Mahabharata adalah sebuah karya
sastra kuno yang konon ditulis oleh Begawan Byasa atau
Vyasa dari India. Buku ini terdiri dari delapan belas kitab, maka
dinamakan Astadasaparwa (asta = 8, dasa = 10,
parwa = kitab). Namun, ada pula yang meyakini bahwa kisah ini sesungguhnya
merupakan kumpulan dari banyak cerita yang semula terpencar-pencar, yang
dikumpulkan semenjak abad ke-4 sebelum Masehi.
Secara
singkat, Mahabharata menceritakan kisah konflik para Pandawa lima dengan saudara
sepupu mereka sang seratus Korawa, mengenai sengketa hak pemerintahan tanah negara Astina. Puncaknya adalah perang Bharatayuddha di medan Kurusetra dan
pertempuran berlangsung selama delapan belas hari.
Selain
berisi cerita kepahlawanan (wiracarita),
Mahabharata juga mengandung nilai-nilai Hindu,mitologi dan berbagai petunjuk
lainnya. Oleh sebab itu kisah Mahabharata ini dianggap suci, teristimewa oleh
pemeluk agama Hindu. Kisah yang semula ditulis dalam bahasa Sanskerta ini kemudian disalin
dalam berbagai bahasa, terutama mengikuti perkembangan peradaban Hindu pada
masa lampau di Asia, termasuk di Asia Tenggara.
Di Indonesia, salinan berbagai bagian dari
Mahabharata, seperti Adiparwa, Wirataparwa,Bhismaparwa dan mungkin juga
beberapa parwa yang lain, diketahui telah digubah dalam bentuk prosa bahasa Kawi (Jawa
Kuno) semenjak akhir abad ke-10 Masehi. Yakni pada masa pemerintahan raja Dharmawangsa
Teguh(991-1016 M) dari Kadiri. Karena sifatnya itu, bentuk prosa ini
dikenal juga sebagai sastra parwa.
Yang
terlebih populer dalam masa-masa kemudian adalah penggubahan cerita itu dalam
bentuk kakawin, yakni puisi lawas dengan metrum India
berbahasa Jawa Kuno. Salah satu yang terkenal ialah kakawin Arjunawiwaha(Arjunawiwāha,
perkawinan Arjuna) gubahan mpu Kanwa. Karya yang diduga ditulis antara 1028-1035 M ini
(Zoetmulder, 1984) dipersembahkan untuk rajaAirlangga dari kerajaan Medang
Kamulan, menantu raja Dharmawangsa.
Karya
sastra lain yang juga terkenal adalah Kakawin
Bharatayuddha, yang digubah oleh mpu Sedah dan belakangan
diselesaikan oleh mpu Panuluh (Panaluh). Kakawin ini dipersembahkan bagi Prabu Jayabhaya (1135-1157 M), ditulis
pada sekitar akhir masa pemerintahan raja Daha (Kediri) tersebut. Di luar itu,
mpu Panuluh juga menulis kakawin Hariwangśapada
masa Jayabaya, dan diperkirakan pula menggubah Gaţotkacāśraya pada
masa raja Kertajaya (1194-1222 M) dari Kediri.
Beberapa
kakawin lain turunan Mahabharata yang juga penting untuk disebut, di antaranya
adalah Kŗşņāyana (karya mpu Triguna) dan Bhomāntaka (pengarang tak dikenal)
keduanya dari zaman kerajaan Kediri, dan Pārthayajña (mpu Tanakung) di akhir
zaman Majapahit. Salinan naskah-naskah kuno yang tertulis dalam lembar-lembar
daun lontar tersebut
juga diketahui tersimpan di Bali.
Di
samping itu, mahakarya sastra tersebut juga berkembang dan memberikan inspirasi
bagi berbagai bentuk budaya dan seni pengungkapan, terutama di Jawa dan
Bali, mulai dari seni patung dan
seni ukir (relief) pada candi-candi, seni tari, seni lukis hingga seni pertunjukan
seperti wayang kulit dan wayang orang. Di dalam masa yang lebih
belakangan, kitab Bharatayuddha telah disalin pula oleh pujangga kraton Surakarta Yasadipura ke dalam bahasa Jawa modern pada sekitar abad
ke-18.
Dalam
dunia sastera popular Indonesia, cerita Mahabharata juga disajikan melalui
bentuk komik yang
membuat cerita ini dikenal luas di kalangan awam. Salah satu yang terkenal
adalah karya dari R.A. Kosasih.
Daftar
kitab
Mahābhārata
merupakan kisah epik yang terbagi menjadi delapan belas kitab atau sering
disebut Astadasaparwa. Rangkaian kitab
menceritakan kronologi peristiwa dalam kisah Mahābhārata, yakni semenjak kisah
para leluhur Pandawa dan Korawa (Yayati, Yadu,Puru, Kuru, Duswanta, Sakuntala, Bharata) sampai kisah diterimanya Pandawa di surga.
NAMA KITAB
|
KETERANGAN
|
ADIPARWA
|
Kitab Adiparwa berisi
berbagai cerita yang bernafaskan Hindu, seperti misalnya kisah pemutaran Mandaragiri, kisah Bagawan Dhomya yang menguji ketiga muridnya, kisah
para leluhur Pandawa dan Korawa, kisah kelahiran
Rsi Byasa, kisah masa kanak-kanak Pandawa dan Korawa, kisah
tewasnya rakshasa Hidimba di tangan Bhimasena, dan kisah Arjuna mendapatkan Dropadi.
|
SABHAPARWA
|
Kitab Sabhaparwa
berisi kisah pertemuan Pandawa dan Korawa di sebuah balairung
untuk main judi, atas rencana Duryodana. Karena usaha
licik Sangkuni, permainan
dimenangkan selama dua kali oleh Korawa sehingga sesuai perjanjian, Pandawa
harus mengasingkan diri ke hutan selama 12 tahun dan setelah itu melalui masa
penyamaran selama 1 tahun.
|
WANAPARWA
|
Kitab Wanaparwa
berisi kisah Pandawa selama masa 12 tahun pengasingan diri di hutan. Dalam
kitab tersebut juga diceritakan kisah Arjuna yang bertapa di
gunung Himalaya untuk memperoleh
senjata sakti. Kisah Arjuna tersebut menjadi bahan cerita Arjunawiwaha.
|
WIRATAPARWA
|
Kitab Wirataparwa
berisi kisah masa satu tahun penyamaran Pandawa di Kerajaan Wirata setelah mengalami
pengasingan selama 12 tahun. Yudistira menyamar sebagai ahli
agama, Bhima sebagai juru masak, Arjuna sebagai guru tari, Nakula sebagai penjinak
kuda, Sahadewa sebagai pengembala,
danDropadi sebagai penata rias.
|
UDYOGAPARWA
|
Kitab Udyogaparwa
berisi kisah tentang persiapan perang keluarga Bharata (Bharatayuddha). Kresna yang bertindak
sebagai juru damai gagal merundingkan perdamaian dengan Korawa. Pandawa dan Korawamencari sekutu
sebanyak-banyaknya di penjuru Bharatawarsha, dan
hampir seluruh Kerajaan India Kunoterbagi menjadi dua kelompok.
|
BHISMAPARWA
|
Kitab Bhismaparwa
merupakan kitab awal yang menceritakan tentang pertempuran di Kurukshetra. Dalam
beberapa bagiannya terselip suatu percakapan suci antara Kresna dan Arjuna menjelang perang
berlangsung. Percakapan tersebut dikenal sebagai kitab Bhagavad
Gītā. Dalam kitab Bhismaparwa juga diceritakan gugurnya Resi Bhisma pada hari kesepuluh
karena usaha Arjuna yang dibantu oleh Srikandi.
|
DRONAPARWA
|
Kitab Dronaparwa
menceritakan kisah pengangkatan Bagawan Drona sebagai panglima perang Korawa. Drona
berusaha menangkap Yudistira, namun gagal.
Drona gugur di medan perang karena dipenggal olehDrestadyumna ketika ia sedang
tertunduk lemas mendengar kabar yang menceritakan kematian anaknya,Aswatama. Dalam kitab
tersebut juga diceritakan kisah gugurnya Abimanyu dan Gatotkaca.
|
KARNAPARWA
|
Kitab Karnaparwa
menceritakan kisah pengangkatan Karna sebagai panglima perang oleh Duryodana
setelah gugurnya Bhisma, Drona, dan sekutunya yang lain. Dalam kitab tersebut
diceritakan gugurnya Dursasanaoleh Bhima. Salya menjadi kusir kereta Karna, kemudian
terjadi pertengkaran antara mereka. Akhirnya, Karna gugur di tangan Arjuna dengan senjata Pasupati pada hari ke-17.
|
SALYAPARWA
|
Kitab Salyaparwa
berisi kisah pengangkatan Sang Salya sebagai panglima perang Korawa pada hari ke-18. Pada
hari itu juga, Salya gugur di medan perang. Setelah ditinggal sekutu dan
saudaranya, Duryodanamenyesali
perbuatannya dan hendak menghentikan pertikaian dengan para Pandawa. Hal itu menjadi
ejekan para Pandawa sehingga Duryodana terpancing untuk berkelahi dengan
Bhima. Dalam perkelahian tersebut, Duryodana gugur, tapi ia sempat mengangkat Aswatama sebagai panglima.
|
SAUPTIKAPARWA
|
Kitab Sauptikaparwa
berisi kisah pembalasan dendam Aswatama kepada tentara Pandawa. Pada malam
hari, ia bersama Kripa dan Kertawarma menyusup ke dalam
kemah pasukan Pandawa dan membunuh banyak orang, kecuali para Pandawa.
Setelah itu ia melarikan diri ke pertapaan Byasa. Keesokan harinya ia disusul oleh Pandawa dan terjadi
perkelahian antara Aswatama dengan Arjuna. Byasa dan Kresna dapat menyelesaikan
permasalahan itu. Akhirnya Aswatama menyesali perbuatannya dan menjadi
pertapa.
|
STRIPARWA
|
Kitab Striparwa
berisi kisah ratap tangis kaum wanita yang ditinggal oleh suami mereka di
medan pertempuran. Yudistira menyelenggarakan
upacara pembakaran jenazah bagi mereka yang gugur dan mempersembahkan air suci
kepada leluhur. Pada hari itu pula Dewi Kunti menceritakan kelahiran Karnayang menjadi rahasia pribadinya.
|
SANTIPARWA
|
Kitab Santiparwa
berisi kisah pertikaian batin Yudistira karena telah membunuh
saudara-saudaranya di medan pertempuran. Akhirnya ia diberi wejangan suci
oleh Rsi Byasa dan Sri Kresna. Mereka
menjelaskan rahasia dan tujuan ajaran Hindu agar Yudistira dapat melaksanakan
kewajibannya sebagai Raja.
|
ANUSANAPARWA
|
Kitab Anusasanaparwa
berisi kisah penyerahan diri Yudistira kepada Resi Bhisma untuk menerima
ajarannya. Bhisma mengajarkan tentang ajaran Dharma, Artha, aturan tentang berbagai upacara, kewajiban seorang
Raja, dan sebagainya. Akhirnya, Bhisma meninggalkan dunia dengan tenang.
|
ASWAMEDHIKAPARWA
|
Kitab
Aswamedhikaparwa berisi kisah pelaksanaan upacara Aswamedha oleh Raja Yudistira. Kitab
tersebut juga menceritakan kisah pertempuran Arjuna dengan para Raja di
dunia, kisah kelahiran Parikesit yang semula tewas
dalam kandungan karena senjata sakti Aswatama, namun dihidupkan kembali oleh
Sri Kresna.
|
ASRAMAWASIKAPARWA
|
Kitab Asramawasikaparwa
berisi kisah kepergian Drestarastra, Gandari, Kunti, Widura, dan Sanjaya ke tengah hutan, untuk meninggalkan
dunia ramai. Mereka menyerahkan tahta sepenuhnya kepada Yudistira. Akhirnya
Resi Narada datang membawa kabar
bahwa mereka telah pergi ke surga karena dibakar oleh api sucinya sendiri.
|
MOSALAPARWA
|
Kitab Mosalaparwa
menceritakan kemusnahan bangsa Wresni. Sri Kresna
meninggalkan kerajaannya lalu pergi ke tengah hutan. Arjuna mengunjungi Dwarawati dan mendapati bahwa kota tersebut telah
kosong. Atas nasihat Rsi Byasa, Pandawa dan Dropadi menempuh hidup
“sanyasin” atau mengasingkan diri dan meninggalkan dunia fana.
|
MAHAPRASTANIKAPARWA
|
Kitab
Mahaprastanikaparwa menceritakan kisah perjalanan Pandawa dan Dropadi ke
puncak gunungHimalaya, sementara
tahta kerajaan diserahkan kepada Parikesit, cucu Arjuna. Dalam
pengembaraannya, Dropadi dan para Pandawa (kecuali Yudistira), meninggal
dalam perjalanan.
|
SWARGAROHANAPARWA
|
Kitab
Swargarohanaparwa menceritakan kisah Yudistira yang mencapai puncak
gunung Himalaya dan dijemput untuk
mencapai surga oleh Dewa Indra. Dalam perjalanannya, ia ditemani oleh seekor anjing
yang sangat setia. Ia menolak masuk surga jika disuruh meninggalkan anjingnya
sendirian. Si anjing menampakkan wujudnya yang sebenanrnya, yaitu Dewa Dharma.
|
Latar
belakang
Mahabharata
merupakan kisah kilas balik yang dituturkan oleh Resi Wesampayana untuk Maharaja Janamejaya yang gagal mengadakan
upacara korban ular. Sesuai dengan permohonan Janamejaya, kisah tersebut
merupakan kisah raja-raja besar yang berada di garis keturunan MaharajaYayati, Bharata, dan Kuru, yang tak lain merupakan kakek moyang
Maharaja Janamejaya. Kemudian Kuru menurunkan
raja-raja Hastinapura yang menjadi tokoh utama
Mahabharata. Mereka adalah Santanu, Chitrāngada,Wicitrawirya, Dretarastra, Pandu, Yudistira, Parikesit dan Janamejaya.
Para
Raja India Kuno
Mahabharata
banyak memunculkan nama raja-raja besar pada zaman India Kuno seperti Bharata, Kuru, Parikesit (Parikshita), dan Janamejaya. Mahabharata merupakan kisah
besar keturunan Bharata, dan Bharata adalah salah satu raja yang menurunkan
tokoh-tokoh utama dalam Mahabharata.
Kisah
Sang Bharata diawali dengan pertemuan
Raja Duswanta dengan Sakuntala. Raja Duswanta adalah seorang
raja besar dari Chandrawangsa keturunan Yayati, menikahi Sakuntala dari pertapaan Bagawan Kanwa,
kemudian menurunkan Sang Bharata, raja legendaris. Sang Bharata
lalu menaklukkan daratan India Kuno. Setelah ditaklukkan, wilayah kekuasaanya
disebut Bharatawarsha yang berarti wilayah
kekuasaan Maharaja Bharata (konon meliputi Asia Selatan).
Sang
Bharata menurunkan Sang Hasti, yang kemudian mendirikan sebuah pusat
pemerintahan bernama Hastinapura. Sang Hasti menurunkan Para
Raja Hastinapura. Dari keluarga tersebut, lahirlah Sang Kuru, yang menguasai dan menyucikan sebuah
daerah luas yang disebut Kurukshetra (terletak di negara
bagian Haryana, India Utara). Sang Kuru menurunkan Dinasti Kuru atau Wangsa Kaurawa. Dalam Dinasti tersebut,
lahirlah Pratipa, yang menjadi ayah Prabu Santanu, leluhur Pandawa dan Korawa.
Kerabat
Wangsa Kaurawa (Dinasti Kuru) adalah Wangsa Yadawa, karena kedua Wangsa tersebut berasal dari
leluhur yang sama, yakni Maharaja Yayati, seorang kesatria dari Wangsa Chandra atau Dinasti
Soma, keturunan Sang Pururawa. Dalam silsilah Wangsa Yadawa,
lahirlah Prabu Basudewa, Raja di Kerajaan Surasena, yang kemudian berputera
Sang Kresna, yang mendirikan Kerajaan Dwaraka. Sang Kresna dari Wangsa
Yadawa bersaudara sepupu dengan Pandawa dan Korawa dari
Wangsa Kaurawa.
Prabu
Santanu dan keturunannya
Prabu Santanu adalah seorang raja
mahsyur dari garis keturunan Sang Kuru, berasal dari Hastinapura. Ia menikah dengan Dewi Gangga yang dikutuk agar turun
ke dunia, namun Dewi Gangga meninggalkannya karena Sang Prabu melanggar janji
pernikahan. Hubungan Sang Prabu dengan Dewi Gangga sempat membuahkan anak yang
diberi nama Dewabrata atau Bisma. Setelah ditinggal Dewi Gangga, akhirnya Prabu Santanu
menjadi duda.
Beberapa
tahun kemudian, Prabu Santanu melanjutkan kehidupan berumah tangga dengan
menikahi Dewi Satyawati, puteri nelayan. Dari
hubungannya, Sang Prabu berputera Sang Citrānggada dan Wicitrawirya. Citrānggada wafat di usia
muda dalam suatu pertempuran, kemudian ia digantikan oleh adiknya yaitu
Wicitrawirya. Wicitrawirya juga wafat di usia muda dan belum sempat memiliki
keturunan. Atas bantuan Resi Byasa, kedua istri Wicitrawirya, yaitu Ambika dan Ambalika, melahirkan masing-masing seorang
putera, nama mereka Pandu (dari
Ambalika) dan Dretarastra (dari Ambika).
Dretarastra terlahir buta, maka
tahta Hastinapura diserahkan kepada Pandu, adiknya. Pandu menikahi Kunti kemudian
Pandu menikah untuk yang kedua kalinya dengan Madrim, namun akibat kesalahan Pandu pada saat memanah seekor
kijang yang sedang kasmaran, maka kijang tersebut mengeluarkan (Supata=Kutukan)
bahwa Pandu tidak akan merasakan lagi hubungan suami istri, dan bila
dilakukannya, maka Pandu akan mengalami ajal. Kijang tersebut kemudian mati
dengan berubah menjadi wujud aslinya yaitu seorang pendeta.
Kemudian
karena mengalami kejadian buruk seperti itu, Pandu lalu mengajak kedua istrinya
untuk bermohon kepada Hyang Maha Kuasa agar dapat diberikan anak. Lalu Batara
guru mengirimkan Batara Dharma untuk membuahi Dewi Kunti sehingga lahir anak
yang pertama yaitu Yudistira Kemudian Batara Guru mengutus Batara Indra untuk
membuahi Dewi Kunti shingga lahirlah Harjuna, lalu Batara Bayu dikirim juga
untuk membuahi Dewi Kunti sehingga lahirlah Bima, dan yang terakhir, Batara
Aswin dikirimkan untuk membuahi Dewi Madrim, dan lahirlah Nakula dan Sadewa.
Kelima
putera Pandu tersebut dikenal sebagai Pandawa. Dretarastra yang buta menikahi Gandari, dan memiliki seratus orang putera
dan seorang puteri yang dikenal dengan istilah Korawa. Pandu dan Dretarastra memiliki saudara bungsu bernama Widura. Widura memiliki seorang anak bernama Sanjaya,
yang memiliki mata batin agar mampu melihat masa lalu, masa sekarang, dan masa
depan.
Keluarga Dretarastra, Pandu, dan Widura membangun
jalan cerita Mahabharata.
Pandawa
dan Korawa
Pandawa dan Korawa merupakan
dua kelompok dengan sifat yang berbeda namun berasal dari leluhur yang sama,
yakni Kuru dan Bharata. Korawa (khususnya Duryodana) bersifat licik dan selalu iri
hati dengan kelebihan Pandawa, sedangkan Pandawa bersifat tenang dan selalu
bersabar ketika ditindas oleh sepupu mereka. Ayah para Korawa, yaitu Dretarastra, sangat menyayangi
putera-puteranya. Hal itu membuat ia sering dihasut oleh iparnya yaitu Sangkuni, beserta putera kesayangannya
yaitu Duryodana, agar mau mengizinkannya
melakukan rencana jahat menyingkirkan para Pandawa.
Pada
suatu ketika, Duryodana mengundang Kunti dan
para Pandawa untuk liburan. Di sana
mereka menginap di sebuah rumah yang sudah disediakan oleh Duryodana. Pada
malam hari, rumah itu dibakar. Namun para Pandawa diselamatkan oleh Bima sehingga mereka tidak
terbakar hidup-hidup dalam rumah tersebut. Usai menyelamatkan diri, Pandawa dan
Kunti masuk hutan. Di hutan tersebut Bima bertemu dengan rakshasa Hidimba dan membunuhnya, lalu
menikahi adiknya, yaitu rakshasi Hidimbi. Dari pernikahan tersebut,
lahirlah Gatotkaca.
Setelah
melewati hutan rimba, Pandawa melewati Kerajaan Panchala. Di sana tersiar kabar
bahwa Raja Drupada menyelenggarakan sayembara memperebutkan Dewi Dropadi. Karna mengikuti
sayembara tersebut, tetapi ditolak oleh Dropadi. Pandawa pun turut serta
menghadiri sayembara itu, namun mereka berpakaian seperti kaum brahmana.
Pandawa
ikut sayembara untuk memenangkan lima macam sayembara, Yudistira untuk memenangkan
sayembara filsafat dan tatanegara, Arjuna untuk
memenangkan sayembara senjata Panah, Bima memenangkan
sayembara Gada dan Nakula - Sadewa untuk
memenangkan sayembara senjata Pedang. Pandawa berhasil melakukannya dengan baik
untuk memenangkan sayembara.
Dropadi
harus menerima Pandawa sebagai suami-suaminya karena sesuai janjinya siapa yang
dapat memenangkan sayembara yang dibuatnya itu akan jadi suaminya walau
menyimpang dari keinginannya yaitu sebenarnya yang diinginkan hanya seorang
Satriya.
Setelah
itu perkelahian terjadi karena para hadirin menggerutu sebab kaum brahmana
tidak selayaknya mengikuti sayembara. Pandawa berkelahi kemudian meloloskan
diri. sesampainya di rumah, mereka berkata kepada ibunya bahwa mereka datang
membawa hasil meminta-minta. Ibu mereka pun menyuruh agar hasil tersebut dibagi
rata untuk seluruh saudaranya. Namun, betapa terkejutnya ia saat melihat bahwa
anak-anaknya tidak hanya membawa hasil meminta-minta, namun juga seorang
wanita. Tak pelak lagi, Dropadi menikahi kelima Pandawa.
Permainan
dadu
Agar
tidak terjadi pertempuran sengit, Kerajaan Kuru dibagi dua untuk dibagi
kepada Pandawa dan Korawa. Korawa memerintah Kerajaan Kuru induk (pusat) dengan
ibukota Hastinapura, sementara Pandawa memerintah
Kerajaan Kurujanggala dengan ibukota Indraprastha. Baik Hastinapura maupun
Indraprastha memiliki istana megah, dan di sanalah Duryodana tercebur ke dalam kolam
yang ia kira sebagai lantai, sehingga dirinya menjadi bahan ejekan bagi Dropadi. Hal tersebut membuatnya bertambah
marah kepada para Pandawa.
Untuk
merebut kekayaan dan kerajaan Yudistira, Duryodana mengundang Yudistira untuk main dadu ini atas
ide Sangkuni, hal ini dilakukan sebenarnya
untuk menipu Pandawa mengundang Yudistira untuk main dadu dengan taruhan.
Yudistira yang gemar main dadu tidak menolak undangan tersebut dan bersedia
datang ke Hastinapura.
Pada
saat permainan dadu, Duryodana diwakili oleh Sangkuni sebagai bandar dadu yang
memiliki kesaktian untuk berbuat curang. Permulaan permainan taruhan senjata
perang, taruhan pemainan terus meningkat menjadi taruhan harta kerajaan,
selanjutnya prajurit dipertaruhkan, dan sampai pada puncak permainan Kerajaan
menjadi taruhan, Pandawa kalah habislah semua harta dan kerajaan Pandawa
termasuk saudara juga dipertaruhkan dan yang terakhir istrinya Dropadi
dijadikan taruhan.
Dalam
peristiwa tersebut, karena Dropadi sudah menjadi milik Duryodana, pakaian Dropadi ditarik oleh Dursasana karena sudah menjadi
harta Duryodana sejak Yudistira kalah main dadu, namun usaha tersebut tidak
berhasil membuka pakaian Dropadi, karena setiap pakaian dibuka
dibawah pakaian ada pakaian lagi begitu terus tak habisnya berkat pertolongan
gaib dari Sri Kresna.
Karena
istrinya dihina, Bima bersumpah akan membunuh
Dursasana dan meminum darahnya kelak. Setelah mengucapkan sumpah tersebut, Dretarastra merasa bahwa malapetaka
akan menimpa keturunannya, maka ia mengembalikan segala harta Yudistira yang
dijadikan taruhan.
Duryodana yang merasa kecewa
karena Dretarastra telah mengembalikan
semua harta yang sebenarnya akan menjadi miliknya, menyelenggarakan permainan
dadu untuk yang kedua kalinya. Kali ini, siapa yang kalah harus mengasingkan
diri ke hutan selama 12 tahun, setelah itu hidup dalam masa penyamaran selama
setahun, dan setelah itu berhak kembali lagi ke kerajaannya. Untuk yang kedua
kalinya, Yudistira mengikuti permainan
tersebut dan sekali lagi ia kalah. Karena kekalahan tersebut, Pandawa terpaksa meninggalkan
kerajaan mereka selama 12 tahun dan hidup dalam masa penyamaran selama setahun.
Setelah
masa pengasingan habis dan sesuai dengan perjanjian yang sah, Pandawa berhak untuk mengambil
alih kembali kerajaan yang dipimpin Duryodana. Namun Duryodana bersifat jahat. Ia tidak
mau menyerahkan kerajaan kepada Pandawa, walau seluas ujung jarum pun. Hal itu
membuat kesabaran Pandawa habis. Misi damai
dilakukan oleh Sri Kresna, namun berkali-kali gagal. Akhirnya, pertempuran tidak
dapat dielakkan lagi.
Pertempuran
di Kurukshetra
Pandawa
berusaha mencari sekutu dan ia mendapat bantuan pasukan dari Kerajaan Kekaya, Kerajaan Matsya, Kerajaan Pandya,Kerajaan Chola, Kerajaan Kerala, Kerajaan Magadha, Wangsa Yadawa, Kerajaan Dwaraka, dan masih banyak lagi.
Selain itu para ksatria besar di Bharatawarsha seperti misalnya Drupada, Satyaki, Drestadyumna, Srikandi, Wirata, dan lain-lain ikut memihak Pandawa. Sementara itu Duryodana meminta Bisma untuk
memimpin pasukan Korawa sekaligus
mengangkatnya sebagai panglima tertinggi pasukan Korawa. Korawa dibantu oleh
Resi Drona dan
putranya Aswatama, kakak ipar para Korawa yaitu Jayadrata, serta guru Krepa, Kretawarma, Salya, Sudaksina, Burisrawas, Bahlika, Sangkuni, Karna, dan masih banyak lagi.
Pertempuran
berlangsung selama 18 hari penuh. Dalam pertempuran itu, banyak ksatria yang
gugur, seperti misalnya Abimanyu,Drona, Karna, Bisma, Gatotkaca, Irawan, Raja Wirata dan
puteranya, Bhagadatta, Susharma, Sangkuni, dan masih banyak lagi. Selama 18
hari tersebut dipenuhi oleh pertumpahan darah dan pembantaian yang mengenaskan.
Pada akhir hari kedelapan belas, hanya sepuluh ksatria yang bertahan hidup dari
pertempuran, mereka adalah: Lima Pandawa, Yuyutsu, Satyaki, Aswatama, Krepa dan Kretawarma.
Penerus
Wangsa Kuru
Setelah
perang berakhir, Yudistira dinobatkan sebagai Raja Hastinapura. Setelah
memerintah selama beberapa lama, ia menyerahkan tahta kepada cucu Arjuna, yaitu Parikesit.
Kemudian, Yudistira bersama Pandawa dan Dropadi mendaki gunung Himalaya sebagai tujuan akhir
perjalanan mereka. Di sana mereka meninggal dan mencapai surga. Parikesit
memerintah Kerajaan Kuru dengan adil dan bijaksana.
Ia menikahi Madrawati dan memiliki putera bernama Janamejaya.
Janamejaya menikahi Wapushtama (Bhamustiman) dan memiliki putera bernama
Satanika. Satanika berputera Aswamedhadatta. Aswamedhadatta dan keturunannya
kemudian memimpin Kerajaan Wangsa Kuru di Hastinapura
SILSILAH KETURUNAN BHARATA
No comments:
Post a Comment